Laman

Senin, 16 November 2015

Ketika Hujan

HUJAN. Tetesan air langit itu melangkahkan pada suatu kisah yang berujung pada takdir.  Bersama hujan dan karena hujan pula semuanya berawal dan berakhir.
Raini. Sebuah identitas diri yang diberikan sang Ibunda pada gadis cantik berkulit kuning langsat itu. Karena nama itu pula Raini sangat menyukai hujan terlebih gerimis dengan bunyi yang dapat menyejukkan perasaannya dikala gundah melanda.
“Karena namaku Raini, kelak aku ingin menemukan kebahagiaan disaat hujan tiba.” ucapnya bangga dengan nama yang disandingnya.
Sore itu, Raini sedang berjalan menuju taman bunga matahari yang berada di sudut kota kecil tempatnya tinggal. Taman itu tidak asing baginya dan bagi seseorang yang dia puja selama ini. Di tengah taman, terdapat sungai kecil ditambah lagi jembatan kayu yang menambah kesan antik pada tempat itu. Raini duduk dan membiarkan kaki mulusnya bergantung ke bawah jembatan. Agaknya dia menunggu seseorang hadir di tempat itu.
Satu jam pun berlalu. Kemudian..
“Sssssttt....”ucap seseorang dari balik bunga matahari yang menjulang tinggi.
Raini segera menoleh dan mendapati pria tampan bermata biru itu mendekati dirinya.
“Lama sekali....” ucap Raini cemberut.
Pria itu tersenyum kemudian duduk di sampingnya. “Maafkan aku Rain, tadi ada sesuatu yang harus diselesaikan lebih dulu.” ujarnya tersenyum.  Senyum yang bisa membuat Raini hanyut tak karuan dengan perasaannya seketika itu meleburkan rasa amarah.
Setelah mengobrol dari satu pasal ke pasal yang lain, mereka berdua memutuskan untuk berjalan menuju jalan besar di ujung taman. Pria itu menggenggam erat tangan Raini tanpa sepatah kata pun. Namun dari kedua mimik yang ditunjukkan keduanya, agaknya mereka berdua adalah sepasang insan yang sedang dimabuk asmara.
Reyno. Ya, panggilan akrabnya adalah Rey. Pria ini adalah kekasih Raini sejak mereka berdua berada di bangku sekolah. Dari sahabat mereka memulai kisah ini dan berakhir dengan status sebagai sepasang kekasih.
Tiba-tiba Reyno berhenti dan mendadak suasana menjadi hening seketika.
“Rain, ada sesuatu yang perlu kita bicarakan.” ucap Reyno dengan tatapan serius yang membuat hati Raini termakan rasa penasaran.
“Apa rey?” tanya Raini kemudian.
Rey menghela nafas dalam-dalam sebelum berkata. “Rain, sepertinya hubungan kita tidak bisa diteruskan lagi. Ada beberapa alasan yang membuat kita harus segera mengakhirinya.”
Raini seperti disambar petir setelah mendengar kata-kata Rey. “A.. apa? Alasan apa rey? Ke..kenapa? Apa yang salah dengan hubungan kita?”
Rey tersenyum kemudian melepas genggaman tangannya dan segera berjalan meninggalkan Raini tanpa menoleh dan menjelaskan alasan yang sebenarnya.
Raini segera mengejar Rey.
“Rey, jelaskan dulu sebelum pergi.” ucap Raini menarik lengan Rey. Namun Rey berontak dan mempercepat langkahnya.
Tes..tes..
Tiba-tiba hujan turun begitu derasnya. Raini tak memperdulikan hujan dan segera mengejar Rey. Karena tanah yang tidak rata dan licin, Raini sempat terjatuh beberapa kali dan membuatnya tak bisa lagi mengejar Rey. Cintanya hilang begitu saja tanpa alasan yang pasti. Cintanya pergi begitu saja tanpa mau tahu bagaimana perasaannya. Cintanya kabur begitu saja tanpa memperdulikan mimpi yang selama ini mereka rancang sedemikian rupa. Cintanya selesai tanpa akhir yang jelas tentunya.
*****
Dua bulan sudah berlalu. Raini tetap saja berada pada Zona tak aman terhadap perasaannya setelah kepergian Rey yang mendadak. Sejak peristiwa di tengah taman bunga matahari itu, Rey seakan menghilang. Tak pernah menampakkan diri di depan semua orang terutama Raini. Namun Raini mencoba untuk tegar dan menganggap semuanya tak pernah terjadi.
Pagi itu cuaca sangat mendung dan gemiris pun mulai turun dari peraduannya.  Raini berniat untuk berjalan-jalan sembari menghilangkan penat yang ada di dalam hati. Siapa tahu gerimis akan mengubah cuaca hatinya.
“Rain, payungnya jangan sampai tertinggal.” teriak Ibundanya dari dalam rumah. Sang Ibunda membiarkan Raini melakukan apa saja yang menjadi keinginannya, asalkan Raini tidak bersedih lagi.
Payung merah hati bermotif bunga itu menjadi teman Raini berjalan-jalan. Baru beberapa meter dari pintu rumah, airmata Raini meluncur tak mau kalah dengan sang gerimis.
            “Wah, kita sepertinya tidak bisa pulang Rain. Hujannya deras sekali.” ucap Rey khawatir.
            Raini tersenyum. “Aku ada payung Rey, kita bisa menggunakannya.”
            Payung itu terbuka lebar dan melindungi mereka dari derasnya hujan. Gelak tawa mewarnai kala itu.
            “Ternyata hujan bisa romantis ya Rey.” celoteh Raini menatap Rey penuh cinta.
            “Bukan hujannya yang romantis, tapi aku..” sahut Rey bangga. Raini mencubit pinggang Rey sehingga membuatnya kesakitan.
            Mereka berdua berhenti pada jembatan kayu di tengah taman bunga matahari. Rey menatap Raini dengan senyum yang begitu menawan.
            “Kenapa senyum-senyum?” tanya Raini bingung. Rey merapikan rambut Raini yang mulai acak-acakan kemudian berkata, “Rain, jika kamu merindukanku. Kamu datang saja ke jembatan ini kemudian teriakkan namaku sekencang-kencangnya.”
            “Cuma begitu saja?” tantang Rain dengan senyum menggoda.
            Rey bingung. Raini kemudian melepaskan payung di genggamannya dan membiarkan hujan membasahi seluruh tubuh.
            “Reyno...... Aku sangat merindukanmu...... Aku sangat mencintaimu......” teriak Raini di tengah guyuran air hujan. Kalimat itu diucapkan berulan-ulang sehingga membuat Rey terdiam terpesona dengan aksi kekasihnya itu.

            Memori itu. Ya, memori itu membawa Raini bermain kembali sebagai lakon dalam ingatan. Apakah itu akan menjadi kenangan manis untuknya? Ataukah pahit? Raini menangis sejadi-jadinya. Dia tak peduli dengan sekelilingnya. Dia hanya ingin meluapkan perasaannya bersama hujan.
            “Reyno, kamu kemana?” ucapnya dengan bercucuran airmata.
            Tanpa babibubebo, Raini berlari menerobos derasnya hujan dan memasuki taman bunga matahari. Terjatuh sudah menjadi biasa untuknya. Rok selutut yang penuh dengan lumpur, tangan dan kakinya yang kotor seakan tak diperdulikannya. Dia hanya ingin satu hal.
            Duuuaaarrrr... Petir menyambar pohon di dekat taman dan membuatnya roboh seketika.
            Raini terus berlari dan berlari. Akhirnya dia sampai di jembatan dengan nafas terengah-engah.
            “Rey.. Aku merindukanmuuuuuuuu..” teriaknya lantang.
            “Reyno..... Kenapa kamu pergi begitu saja !! Kenapa kamu tak memberikanku kesempatan untuk tahu apa sebabnya ! Rey, kamu begitu jahat !! Reynooooooooo...” teriaknya lagi.
            Isak tangis Raini seakan tak terbendung. Semuanya lepas, semuanya terluap tak tersisa. Hujan dan airmata seakan melebur menjadi satu.
            “Rey.. apa kamu bisa mendengarku ? ” teriaknya lagi. Hujan semakin deras dan deras. Semua energi yang Raini punya hilang dan membuatnya lemas tak berdaya. Dia berlutut, menangis dan memanggil nama Reyno. Dia hanya ingin kekasih hati kembali bersamanya.
            “Aku bisa mendengarmu Rain.” ucap seseorang dari belakang .
            Suara itu. Perlahan Raini menoleh ke belakang dan mendapati sosok yang dia rindukan berada di belakangnya dengan senyum tanpa dosa.
            Suasana menjadi hening.
            “Rain...... maafkan aku...” ucap Rey memulai percakapan baru.
            Raini masih berada dalam keadaan dimana dia harusnya berbahagia ataukah bersedih dengan kehadiran Rey.
            “Rey, jika kamu kembali hanya untuk memperjelas kepergian kamu . Tolong, jangan katakan itu. Jangan ! Aku tak mau mendengarnya .” tolak Raini menutup kedua telinganya.
            Rey mendekat pada Raini.
            “Rain, beri aku kesempatan untuk menjelaskan. Tolong..” pinta Rey berlutut di depan Raini.
            Raini bingung dengan apa yang harus dia perbuat. Dia hanya bisa terisak dan terus terisak.
            Rey mengeluarkan sebentuk cincin dari dalam sakunya dan menunjukkan pada Raini.
            “Rain, maukah kamu menjalani hidup sampai mati bersamaku?” ucapnya penuh dengan pengharapan yang besar.
            Rain tersenyum sinis. “Apa arti semua ini ? Kamu sudah membiarkanku hidup dengan ketidakpastian. Kamu sudah membuatku merasa hancur lalu kamu datang tanpa dosa dan melakukan semua ini untukku . Ini tidak lucu !”
            Rey menundukkan kepala. “Maafkan aku Rain. Aku pergi begitu saja karena aku ingin tahu apakah kamu benar-benar menyayangiku walaupun aku sudah menyakiti hatimu seperti ini. Aku hanya ingin memastikan pilihan hatiku adalah pilihan Tuhan juga. Ya, melalui jalan ini Tuhan menunjukkan perasaan kamu yang sebenarnya.” perjelas Rey serius.
            Raini kembali terisak. Kemudian terduduk lemas begitu saja. Rey mendekat dan memeluk Raini tanpa berbicara sepatah kata pun.
            “Maafkan aku Raini..”
            “Apa kamu tahu bagaimana perasaanku? Aku benar-benar merasa kehilangan kamu Reyno.”
            Raini terus terisak dan Rey membiarkannya. Biar semua tumpah tak tersisa.
            Rey terus memeluk Raini dan akhirnya semua berubah. Ya, semua berubah. Cincin yang diberikan Rey pada Raini adalah simbol kisah mereka dan hujan merupakan saksi bisunya. Karena kisah inilah, Raini semakin menyukai adanya hujan. Hujan yang telah membawa cintanya pergi, kini membawanya kembali dengan akhir yang begitu mengharukan.