HUJAN. Tetesan air langit itu melangkahkan pada
suatu kisah yang berujung pada takdir.
Bersama hujan dan karena hujan pula semuanya berawal dan berakhir.
Raini. Sebuah identitas diri yang diberikan
sang Ibunda pada gadis cantik berkulit kuning langsat itu. Karena nama itu pula
Raini sangat menyukai hujan terlebih gerimis dengan bunyi yang dapat
menyejukkan perasaannya dikala gundah melanda.
“Karena namaku Raini, kelak aku ingin
menemukan kebahagiaan disaat hujan tiba.” ucapnya bangga dengan nama yang
disandingnya.
Sore itu, Raini sedang berjalan menuju
taman bunga matahari yang berada di sudut kota kecil tempatnya tinggal. Taman
itu tidak asing baginya dan bagi seseorang yang dia puja selama ini. Di tengah
taman, terdapat sungai kecil ditambah lagi jembatan kayu yang menambah kesan
antik pada tempat itu. Raini duduk dan membiarkan kaki mulusnya bergantung ke
bawah jembatan. Agaknya dia menunggu seseorang hadir di tempat itu.
Satu jam pun berlalu. Kemudian..
“Sssssttt....”ucap seseorang dari balik
bunga matahari yang menjulang tinggi.
Raini segera menoleh dan mendapati pria
tampan bermata biru itu mendekati dirinya.
“Lama sekali....” ucap Raini cemberut.
Pria itu tersenyum kemudian duduk di
sampingnya. “Maafkan aku Rain, tadi ada sesuatu yang harus diselesaikan lebih
dulu.” ujarnya tersenyum. Senyum yang
bisa membuat Raini hanyut tak karuan dengan perasaannya seketika itu meleburkan
rasa amarah.
Setelah mengobrol dari satu pasal ke pasal
yang lain, mereka berdua memutuskan untuk berjalan menuju jalan besar di ujung
taman. Pria itu menggenggam erat tangan Raini tanpa sepatah kata pun. Namun
dari kedua mimik yang ditunjukkan keduanya, agaknya mereka berdua adalah
sepasang insan yang sedang dimabuk asmara.
Reyno. Ya, panggilan akrabnya adalah Rey.
Pria ini adalah kekasih Raini sejak mereka berdua berada di bangku sekolah.
Dari sahabat mereka memulai kisah ini dan berakhir dengan status sebagai sepasang
kekasih.
Tiba-tiba Reyno berhenti dan mendadak
suasana menjadi hening seketika.
“Rain, ada sesuatu yang perlu kita
bicarakan.” ucap Reyno dengan tatapan serius yang membuat hati Raini termakan
rasa penasaran.
“Apa rey?”
tanya Raini kemudian.
Rey menghela nafas dalam-dalam sebelum berkata. “Rain, sepertinya
hubungan kita tidak bisa diteruskan lagi. Ada beberapa alasan yang membuat kita
harus segera mengakhirinya.”
Raini seperti disambar petir setelah mendengar kata-kata Rey. “A..
apa? Alasan apa rey? Ke..kenapa? Apa yang salah dengan hubungan kita?”
Rey tersenyum kemudian melepas genggaman tangannya dan segera
berjalan meninggalkan Raini tanpa menoleh dan menjelaskan alasan yang
sebenarnya.
Raini segera mengejar Rey.
“Rey, jelaskan dulu sebelum pergi.” ucap Raini menarik lengan Rey.
Namun Rey berontak dan mempercepat langkahnya.
Tes..tes..
Tiba-tiba hujan turun begitu derasnya. Raini tak memperdulikan
hujan dan segera mengejar Rey. Karena tanah yang tidak rata dan licin, Raini
sempat terjatuh beberapa kali dan membuatnya tak bisa lagi mengejar Rey.
Cintanya hilang begitu saja tanpa alasan yang pasti. Cintanya pergi begitu saja
tanpa mau tahu bagaimana perasaannya. Cintanya kabur begitu saja tanpa
memperdulikan mimpi yang selama ini mereka rancang sedemikian rupa. Cintanya
selesai tanpa akhir yang jelas tentunya.
*****
Dua bulan sudah berlalu. Raini tetap saja
berada pada Zona tak aman terhadap perasaannya setelah
kepergian Rey yang mendadak. Sejak peristiwa di tengah taman bunga matahari
itu, Rey seakan menghilang. Tak pernah menampakkan diri di depan semua orang
terutama Raini. Namun Raini mencoba untuk tegar dan menganggap semuanya tak
pernah terjadi.
Pagi itu cuaca sangat mendung dan gemiris
pun mulai turun dari peraduannya. Raini
berniat untuk berjalan-jalan sembari menghilangkan penat yang ada di dalam
hati. Siapa tahu gerimis akan mengubah cuaca hatinya.
“Rain, payungnya jangan sampai tertinggal.”
teriak Ibundanya dari dalam rumah. Sang Ibunda membiarkan Raini melakukan apa
saja yang menjadi keinginannya, asalkan Raini tidak bersedih lagi.
Payung merah hati bermotif bunga itu
menjadi teman Raini berjalan-jalan. Baru beberapa meter dari pintu rumah,
airmata Raini meluncur tak mau kalah dengan sang gerimis.
“Wah, kita sepertinya tidak bisa pulang Rain. Hujannya
deras sekali.” ucap Rey khawatir.
Raini tersenyum. “Aku ada payung Rey, kita bisa
menggunakannya.”
Payung itu terbuka lebar dan melindungi mereka dari
derasnya hujan. Gelak tawa mewarnai kala itu.
“Ternyata hujan bisa romantis ya Rey.” celoteh Raini
menatap Rey penuh cinta.
“Bukan hujannya yang romantis, tapi aku..” sahut Rey
bangga. Raini mencubit pinggang Rey sehingga membuatnya kesakitan.
Mereka berdua berhenti pada jembatan kayu di tengah taman
bunga matahari. Rey menatap Raini dengan senyum yang begitu menawan.
“Kenapa senyum-senyum?” tanya Raini bingung. Rey merapikan rambut
Raini yang mulai acak-acakan kemudian berkata, “Rain, jika kamu merindukanku.
Kamu datang saja ke jembatan ini kemudian teriakkan namaku
sekencang-kencangnya.”
“Cuma
begitu saja?” tantang Rain dengan senyum menggoda.
Rey
bingung. Raini kemudian melepaskan payung di genggamannya dan membiarkan hujan
membasahi seluruh tubuh.
“Reyno......
Aku sangat merindukanmu...... Aku sangat mencintaimu......” teriak Raini di
tengah guyuran air hujan. Kalimat itu diucapkan berulan-ulang sehingga membuat
Rey terdiam terpesona dengan aksi kekasihnya itu.
Memori itu. Ya, memori itu membawa
Raini bermain kembali sebagai lakon dalam ingatan. Apakah itu akan menjadi
kenangan manis untuknya? Ataukah pahit? Raini menangis sejadi-jadinya. Dia tak
peduli dengan sekelilingnya. Dia hanya ingin meluapkan perasaannya bersama
hujan.
“Reyno, kamu kemana?” ucapnya dengan
bercucuran airmata.
Tanpa babibubebo, Raini berlari
menerobos derasnya hujan dan memasuki taman bunga matahari. Terjatuh sudah
menjadi biasa untuknya. Rok selutut yang penuh dengan lumpur, tangan dan
kakinya yang kotor seakan tak diperdulikannya. Dia hanya ingin satu hal.
Duuuaaarrrr... Petir menyambar pohon
di dekat taman dan membuatnya roboh seketika.
Raini terus berlari dan berlari.
Akhirnya dia sampai di jembatan dengan nafas terengah-engah.
“Rey.. Aku merindukanmuuuuuuuu..”
teriaknya lantang.
“Reyno..... Kenapa kamu pergi begitu
saja !! Kenapa kamu tak memberikanku kesempatan untuk tahu apa sebabnya ! Rey,
kamu begitu jahat !! Reynooooooooo...” teriaknya lagi.
Isak tangis Raini seakan tak
terbendung. Semuanya lepas, semuanya terluap tak tersisa. Hujan dan airmata
seakan melebur menjadi satu.
“Rey.. apa kamu bisa mendengarku ? ”
teriaknya lagi. Hujan semakin deras dan deras. Semua energi yang Raini punya
hilang dan membuatnya lemas tak berdaya. Dia berlutut, menangis dan memanggil
nama Reyno. Dia hanya ingin kekasih hati kembali bersamanya.
“Aku bisa mendengarmu Rain.” ucap
seseorang dari belakang .
Suara itu. Perlahan Raini menoleh ke
belakang dan mendapati sosok yang dia rindukan berada di belakangnya dengan
senyum tanpa dosa.
Suasana menjadi hening.
“Rain...... maafkan aku...” ucap Rey
memulai percakapan baru.
Raini masih berada dalam keadaan
dimana dia harusnya berbahagia ataukah bersedih dengan kehadiran Rey.
“Rey, jika kamu kembali hanya untuk
memperjelas kepergian kamu . Tolong, jangan katakan itu. Jangan ! Aku tak mau
mendengarnya .” tolak Raini menutup kedua telinganya.
Rey mendekat pada Raini.
“Rain, beri aku kesempatan untuk
menjelaskan. Tolong..” pinta Rey berlutut di depan Raini.
Raini bingung dengan apa yang harus
dia perbuat. Dia hanya bisa terisak dan terus terisak.
Rey mengeluarkan sebentuk cincin
dari dalam sakunya dan menunjukkan pada Raini.
“Rain, maukah kamu menjalani hidup
sampai mati bersamaku?” ucapnya penuh dengan pengharapan yang besar.
Rain tersenyum sinis. “Apa arti
semua ini ? Kamu sudah membiarkanku hidup dengan ketidakpastian. Kamu sudah
membuatku merasa hancur lalu kamu datang tanpa dosa dan melakukan semua ini
untukku . Ini tidak lucu !”
Rey menundukkan kepala. “Maafkan aku
Rain. Aku pergi begitu saja karena aku ingin tahu apakah kamu benar-benar
menyayangiku walaupun aku sudah menyakiti hatimu seperti ini. Aku hanya ingin
memastikan pilihan hatiku adalah pilihan Tuhan juga. Ya, melalui jalan ini
Tuhan menunjukkan perasaan kamu yang sebenarnya.” perjelas Rey serius.
Raini kembali terisak. Kemudian
terduduk lemas begitu saja. Rey mendekat dan memeluk Raini tanpa berbicara
sepatah kata pun.
“Maafkan aku Raini..”
“Apa kamu tahu bagaimana perasaanku?
Aku benar-benar merasa kehilangan kamu Reyno.”
Raini terus terisak dan Rey
membiarkannya. Biar semua tumpah tak tersisa.
Rey terus memeluk Raini dan akhirnya
semua berubah. Ya, semua berubah. Cincin yang diberikan Rey pada Raini adalah
simbol kisah mereka dan hujan merupakan saksi bisunya. Karena kisah inilah,
Raini semakin menyukai adanya hujan. Hujan yang telah membawa cintanya pergi,
kini membawanya kembali dengan akhir yang begitu mengharukan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar