15 Januari 2021
Babak baru di dalam hidupku dimulai. Akhirnya petualanganku berhenti pada orang ini. Aku memberanikan diri untuk mengikuti sunnah Rasul, yaitu menikah. Bismillah.. dengan menyebut nama Allah SWT, aku siap melangkah membangun kehidupan rumah tangga bersamanya.
Siapakah dia? Ya dia adalah orang yang pernah kusebut namanya dalam doaku 9 tahun silam. Orang yang pernah singgah dalam hidupku dan sempat menjadi inspiratorku ketika menulis cerpen. Kini, dia menjadi partner hidupku, sebagai suami.
Kembali ke tahun 2013.
Aku masuk ke salah satu universitas di Malang sebagai mahasiswa baru yang wajib mengikuti serangkaian acara ospek. Disitulah kami bertemu. Dia sebagai panitia ospek dan aku mabanya. Kesan pertamaku ketika bertemu dengannya adalah, “Sumpah, ini kakak songong banget ya. Udah songong, rambutnya aneh pula. Polem, si poni lempar”. Semenjak saat itu, aku dan temanku sering gibahin doi, tapi hal itu yang justru membuatku semakin memikirkannya. Sialnya, dia juga terus mencari gara-gara padaku. Setiap ospek, dia selalu mencari cara agar bisa memarahiku. Kan kampr*t ya.
Singkatnya, ketika acara ospek selesai, kami justru sempat dekat. Kami saling membalas pesan di twitter, bahkan mention-mention di twitter. Dan tak sedikit orang yang ingin mengkonfirmasi hubunganku dengannya. Tapi waktu tidak berpihak pada kita. Saat itu dia memiliki pacar dan aku masih di ambang kegalauan antara balikan dengan sang mantan atau menjomblo. Tapi bodohnya, aku memilih balikan dengan mantan yang ujungnya justru membuatku sakit.
Ketika aku coba mengingat kembali masa-masa itu, aku tersadar satu hal. Aku memiliki perasaan yang tulus padanya. Aku pernah berdoa pada Allah agar dijodohkan dengannya. Dan, Allah itu baiknya masya allah, Dia mengabulkan doaku waktu itu. Ketika aku sudah tidak berkomunikasi dengan kakak ospekku, pelan-pelan aku menjalani hidupku sendiri. Aku menemukan tambatan hati lain dan kami menjalaninya dengan baik. Terkadang, ada satu dua momen yang membuatku bertemu dengannya lagi, tapi kami tidak pernah bertegur sapa atau pun mengobrol. Aku cuma melihat dia dari kejauhan dan tidak pernah mencari tahu lagi tentang dirinya.
Maret 2019.
Di Jakarta, aku beberapa kali meet up dengan kakak-kakak tingkat yang kerja atau tinggal di Jakarta dan waktu itu ada sebuah undangan pernikahan dari salah satu kakak tingkat di luar kota. Kami berencana untuk menghadirinya dengan menyewa mobil dari Jakarta. Karena personilnya kurang, salah satu teman memiliki usul untuk mengajak doi. Ups, artinya aku bertemu lagi dengannya dong? Sejujurnya aku biasa saja waktu itu, karena aku memiliki pacar yang notabenenya aku sudah hampir 5 tahun menjalin hubungan dengannya. Karena aku dan pacarku waktu itu menjalin LDR, dan inilah kesempatanku untuk bertemu dengannya dan memperbaiki hubungan. Aku mau disclaimer disini, sebelum bertemu dengan doi lagi, aku dengan mantan pacarku waktu itu memang sedang di tahap memperbaiki hubungan yang mulai hambar karena LDR. Banyak sekali konflik dan masalah yang mengendap sehingga akhirnya membumbui rasa hambar ini menjadi semakin hambar.
Back to doi. Awalnya doi menolak untuk ikut, karena ada aku. Tapi setelah dibujuk, akhirnya dia setuju untuk ikut. Doi pernah berucap, kalo dia akan bertemu denganku, dimana masalalunya yang akan bertemu masa depannya disana.
22 Maret 2019. Kami memutuskan berangkat berempat, tiga laki-laki dan satu perempuan, yaitu aku. Awalnya agak canggung terutama mantan pacar sempat tidak mengizinkan aku untuk pergi, tapi setelah kuyakinkan akhirnya dia mengizinkan. Entah alasannya karena aku perempuan sendirian dan perjalanan jauh, ataukah karena aku harus bertemu dan menghabiskan perjalanan dengan doi? Aku tidak tahu, entahlah. Mungkin dia sudah memiliki perasaan akan hal itu.
Alhasil, perjalanan pulang pergi berjalan dengan lancar tanpa ada halangan apapun. Satu hal yang menarik, aku lebih menikmati proses perjalanan selama di mobil ketimbang ketemu dengan pacar pada saat itu. No, jangan berpikir semua murni karena doi ya. Memang hubunganku dengan pacar saat itu sudah tidak sehat, semua sudah hambar.
Setelah perjalanan itu, entah angin apa yang membuat semua situasi berubah 180 derajat. Aku dan pacarku saat itu memutuskan untuk mengakhiri hubungan yang sudah terjalin 5 tahun lamanya. Sedih? Jelas. Itu bukan waktu yang singkat. Tapi bahan bakar untuk membakar semangat LDR tidak sekuat dulu. Harus kuakui, setelah perjalanan kondangan itu, aku merasakan ada getaran yang dahulu kurasakan dengan orang lain. Ya, hati ini sudah berpaling kembali ke masalalu, yang aku belum tahu akhir dari semua ini seperti apa.
Setelah aku mengakhiri hubungan itu, aku berniat bercerita dengan sahabat laki-lakiku. Tapi, hal yang tidak terduga terjadi. Sahabatku justru menyatakan perasaan yang selama ini terpendam. Perasaan yang sedari jaman sekolah dipendamnya. Aku tahu, sahabatku adalah sosok manusia yang sempurna di mata wanita mana pun. Belum ada celah jelek yang aku temukan di dalam dirinya. Tapi sekali lagi, aku tidak bisa memaksakan perasaan ini. Dia adalah sahabatku. Aku menyayanginya sebagai sahabat, bukan yang lain.
Singkat cerita. Seperti yang bisa ditebak, aku kembali dekat dengan masalalu. Kakak ospekku. Tidak sedikit yang mencelah kami, sampai sekarang. Rumor kedekatan kami yang menjadi alasan aku dan mantan pacar putus menjadi penyebab kami tidak disukai oleh teman-teman kuliah. Mereka yang berekspektasi aku dan mantan pacar sebagai couple goals menjadi rusak karena adanya orang ketiga. Ya, aku tahu itu pasti terjadi. Aku tidak membantah, tapi mereka juga harus tahu kalo dari awal hubunganku dengan mantan pacar memang sudah tidak sehat. Andaikata kondangan itu tidak terjadi, aku dan kakak ospekku tidak bertemu lagi. Andaikata hal itu terjadi. Apakah kalian menjamin hubunganku dan mantan pacar akan sehat? Apakah kalian menjamin aku dengannya akan menikah dan berakhir dengan bahagia? Belum tentu.
[to be continued]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar