Akhirnya masa ospek berakhir juga. Ya Tuhan, selama
ospek ini aku deket dengan Eza. Gak hanya di smsan aja, tapi juga di kampus.
Pernah saat ospek, dia memberikan suatu games untuk kita semua. Ya antara
senang dan gugup. Apalagi saat dia berdiri di sampingku. Pengen pingsan aja
rasanya.
“Karin,surat
kamu buat siapa ?” tanya Bella saat pulang dari kampus.
“Surat
? Surat apaan ?”jawabku sambil balik bertanya.
“Ya
ampun.Surat yang buat kakak senior,,” ucap Bella serius.
“Buat
Eza..” jawabku singkat.
“Udah
aku tebak Rin.. Kamu ini.” sahut Bella sambil mencubitku.
“Aww..sakit
Bel. Lagian kenapa sih.Aku cuma mengagumi dia karena dia itu udah cakep, baik,
berbakat lagi.” ucapku sambil tersenyum.
“Kamu mengharapkan dia ? Dulu kamu kan
pernah bilang ke aku kalau kamu ngerasain perasaan yang sama seperti saat kamu
dengan DIA,” tanya Bella mengejutkanku.
“Bella sayang. Itu semua hanyalah mimpi.
Gak mungkin dan gak berani aku mengharapkan dia.Terlalu jauh…kayak langit dan
bumi.
Emang dulu aku ngerasain hal itu, tapi seiring
berjalannya waktu dan karena sekarang aku punya Panji jadinya aku pengen
ngelupain rasa itu,” perjelasku sambil sedikit sedih.
“Bener?” tanya Bella lagi.
Aku
mengangguk namun bimbang.Aku gak tau apakah nantinya semua akan baik-baik aja
atau akan terbalik 180 derajat. Hanya Tuhan yang tau semuanya.
*****
Akhir-akhir
ini Panji berubah. Aku gak tau apa sebabnya dan apa yang telah terjadi. Tapi
aku tetap mencoba positif thinking sama dia.Kepercayaanku emang berkurang
sedikit, aku mencoba tetep percaya dengannya. Semakin aku jauh dari Panji, aku
semakin dekat dengan Eza. Aku gak tau apa yang akan terjadi selanjutnya dengan
hubunganku. Apakah aku tetep bersama Panji atau aku harus mengakhiri hubungan
ini.
Aku
emang salah. Mempunyai dua hati. Untuk Panji dan untuk Eza. Tapi aku gak bisa
membohongi perasaanku kalau aku mencintai Eza dan Panji. Perasaanku sama Eza
berubah menjadi rasa cinta yang gak bisa aku hapus dan aku akui itu karena kebiasaan
bertemu dengannya. Ternyata Tuhan punya
rencana lain J
*****
Suatu
hari, aku merasakan cemburu yang luar biasa. Cemburu dengan temen sekelasku
sendiri.Huuu… L
“Rin,
kita lewat sana aja yuk…” ajak Bella padaku.
“Ngapain
Bel ? Tambah jauh kalau lewat situ..” ucapku tidak setuju.
Tak
sengaja aku memalingkan pandangan ke pinggir lapangan basket. Degg….. Jantungku
seolah berhenti berdetak. Aku melihat Eza ngobrol dengan seorang temenku. Tapi
kenapa aku cemburu saat melihat mereka ? Kenapa saat aku melihat Eza ngobrol
dengan temen-temennya yang lain aku gak ngerasain rasa cemburu ini ?
“Kita
lewat sini aja Bel. Aku gapapa kok.” ucapku pada Bella. Aku mengerti maksud
Bella.
Aku
dan Bella berjalan di depan Eza. Tetapi aku gak berani untuk memandang mereka.
Terlalu berat buatku.Segera aku masuk ke dalam kelas. Di dalam kelas, aku hanya
bisa terdiam. Terasa sebuah duri yang menusuk relung hatiku. Memandang orang
yang dicintai bersama dengan orang lain. Walaupun itu temenku sendiri. Tapi
terasa menyesakkan buatku. Terasa pedih hatiku dan terasa membunuhku.
“Karin,
jangan sedih gitu dong. Senyum… “ ucap Bella menghiburku.
“Bad
mood aku Bel,,” ucapku cemberut.
“Udah
lah, orang cuma ngobrol biasa aja lho.. Positif thinking aja..” ucap Bella
kemudian.
“Hu..
walaupun gitu aku cemburu tau. “ ucapku lagi.
Bella
terdiam. Tiba-tiba aku melihat Eza berada di depan kelasku.
“Ngapain
ya ?”batinku dalam hati.
Moodku
berubah begitu saja. Aku pengen menemui Eza. Segera aku berlari keluar kelas.
Uuppsss….. Dugaanku salah. Aku kira Eza sendirian di sana, tapi dia bersama
temenku tadi. Ya Tuhan, untuk kedua kali aku cemburu dengannya. Hari yang
menyebalkan buatku…
“Kenapa
Rin ?” tanya Bella melihatku kembali kedalam kelas dengan muka yang masam.
“Lihat
aja Bel. Makin bad mood aku.” jawabku sambil mencorat-coret buku.
“Sabar
Karin. Sabar…. “ ucap Bella menenangkanku.
Suasana
menjadi hening. Tiba-tiba terlihat olehku Eza berjalan dan memasuki ruang
kelasku.
“Karin..Sini…..”
panggil Eza padaku.
“Aku
?” tanyaku padanya.
“Ya
lah.. Sapa lagi..” jawabnya kemudian.
Dengan
perasaan gugup dan bingung, aku menghampiri Eza.
“Karin,
katanya mau cerita ?” tanya Eza padaku.
“Cerita
apa ?”tanyaku balik.
Ternyata
Eza pengen aku cerita tentang cowokku. Antara perasaan gugup dan senang, aku
menceritakan semuanya dengan terbata-bata. Setelah agak lama, dia kembali ke
kelasnya dan aku juga masuk ke dalam kelas dengan senyum yang terus mengembang.
J
****
“ Jika
dia memang yang terbaik untukku, maka
dekatkanlah dia padaku tetapi jika dia bukan yang terbaik untukku, jauhkanlah
dia Tuhan dan dekatkanlah aku dengan orang yang terbaik untukku”
Eza
atau Panji ? Dua cowok yang ada di dalam kehidupanku. Aku gak pernah bisa
bayangin kalau aku kehilangan mereka. Tapi ternyata Tuhan menunjukkan suatu
petunjuk untukku.
“Karin,
gimana kabar kamu sama Eza ?” tanya Bella padaku saat jalan-jalan ke Mall.
“Eza
? Baik-baik aja kok Bel.Malahan tambah deket.” jawabku sambil makan ice cream.
“Kalau
sama Panji ??” tanya Bella lagi.
“Gak
tau lha Bel. Aku makan hati terus sama Panji. Tau gak, dia itu nyebelin..
Dia itu gak pernah bisa ngertiin perasaanku, apakah aku cemburu saat dia deket sama cewek lain atau gak ? Aku bingung .. “ jawabku sambil menghela nafas.
Dia itu gak pernah bisa ngertiin perasaanku, apakah aku cemburu saat dia deket sama cewek lain atau gak ? Aku bingung .. “ jawabku sambil menghela nafas.
“Saran
ya Rin. Kamu harus tetep konsisten sama hubungan kamu. Walaupun kamu punya rasa
ke Eza sebelum kamu pacaran sama Panji, tapi hubungan yang pertama kamu jalani
itu yang harus diprioritaskan. Kamu
berhak suka sama Eza, tapi kamu gak boleh berlebihan.” saran Bella padaku.
“Berlebihan
gimana ?” tanyaku bingung.
“Kamu
tau gak. Kamu itu lebay Rin. Tiap ketemu sama Eza, selalu salting.Selalu
heboh.” ucap Bella lagi.
“Apa
itu mengganggumu ? Kamu udah kenal aku lebih dari 12 tahun Bel, masa kamu gak
bisa kenali sifat aku. Aku adalah cewek yang gak bisa nyembunyiin perasaan.
Dari raut wajahku itu udah terlihat di saat aku sedih, seneng ataupun marah
sama seseorang.” perjelasku dengan sedikit kesal.
“Maaf
Rin kalau ucapanku salah. Aku hanya gak mau kamu kena masalah. Kamu udah duain
Panji Rin.. Inget. Panji juga sahabatku.. !” ucap Bella dengan nada emosi.
“Apa?
Duain ? Pacarku cuma Panji aja. Duain apa ? Apa karena aku punya dua hati.Buat
Panji dan juga Eza. Ya ? Bel, sekali lagi aku tegasin ya. Aku punya rasa ke Eza
udah lama, sebelum aku pacaran sama Panji. Terus Panji datang dan akhirnya aku
jadian. Tapi Bel, aku tetep suka sama Eza. Awalnya hanya perasaan kagum biasa,
tapi lama kelamaan rasa itu berubah menjadi sebuah rasa cinta. Ngerti Bel ?”
perjelasku dengan mantap.
“Udah
lha.. Ayo pulang..” ajak Bella jutek.
Aku
bener-bener gak ngerti dengan jalan pikiran Bella. Kenapa Bella kayak gini ke
aku ? Seolah-olah Bella membela Panji dan memojokkan aku.Sedangkan aku dan
Panji sama-sama sahabatnya.Harusnya dia bersikap netral sebagai seorang
penengah. L
****
“Perubahan
seseorang ternyata menyakitkan..”
Panji
berubah. Tak seperti yang dulu lagi. Aku gak tau apakah sebabnya. Panji cowok
plin-plan. Secepat itu dia mengubah sifatnya dan secepat itu pula dia kembali
pada sifatnya yang dulu.Panji juga gak pernah menghubungi aku lagi. Udah
seminggu dia menghilang, tanpa jejak yang pasti. L
Keesokan
harinya, tanpa sengaja aku ketemu dengan Panji di sebuah café. Dengan perasaan
senang dan bingung aku menghampirinya.
“Panji..”
ucapku kepada Panji.
Panji
menoleh dengan sangat terperanjat.
“Karin..Kok
bisa ada disini?” tanyanya seolah-olah dia gak menginginkan aku berada di café
itu.
“Kenapa
kamu tiba-tiba menghilang ? Ada apa sebenarnya ? Jelasin. Beri aku
kepastian.Jangan gantung aku kayak gini Panji, aku punya perasaan..” ucapku
dengan mata berkaca-kaca.
“Maafin
aku Karin. Aku hanya mau sendiri untuk sementara waktu. Aku gak mau diganggu
oleh siapapun.”jawabnya tanpa merasa bersalah.
“Ooh..Berarti
aku hanya pengganggu dalam hidupmu ya ? Jelasin padaku. Apa maumu ?” tanyaku
emosi.
“Maafin
aku Karin..” jawabnya sambil menunduk.
“Jawab
pertanyaanku Panji.Aku gak butuh kata maaf, aku hanya butuh jawaban kamu..”
ucapku sambil meneteskan air mata.
“Sebelumnya
aku minta maaf. Kamu boleh menilai aku sebagai cowok pengkhianat, pengingkar
janji dan cowok jahat. Tiba-tiba rasaku ke kamu hilang Karin. Aku udah gak ada
perasaan apa-apa sama kamu. Aku pengen kamu dan aku game over. Mengakhiri hubungan ini.” Perjelas Panji membuatku
terkejut.
“Apa
?? Segampang itu kamu bilang game over.Kamu
udah buat aku menunggu selama seminggu dengan ketidakpastian.Sekarang kamu
seenaknya aja bilang gini. Kamu itu gak punya hati ya Panji. Ya, kamu emang
jahat,pengkhianat,kejam.” ucapku sambil menangis tersedu-sedu.
“Maafin
aku. Aku pengen kita putus baik-baik.Jangan nangis Karin..Aku mohon..” ucap
Panji sambil mengusap airmata yang membasahi pipiku.
Dengan
segera, aku menarik tangan Panji.
“Kenapa
kamu tega Panji ? Kenapa ??
Aku itu cinta kamu. Kamu udah menorehkan luka
dihatiku. Kamu gak inget, saat kita di Bali, waktu kamu nembak aku dan
sebagainya. Buat apa itu semua Panji kalau hanya menorehkan sebuah luka.Kamu
jahat Panji.Jahat…” ucapku sambil terus menangis.
“Maafin
aku Karin, maafin aku..” ucapnya sambil memelukku.
“Oke,
aku terima keputusan kamu. Aku terima.. Mungkin kamu bukan yang terbaik untukku.
Sekarang aku sadar, kamu hanya memakai topeng. Kamu berpura-pura baik dan
mengubah semua sifat kamu biar aku terkesima dan simpati sama kamu kan. Aku
ngerti itu. Gak mungkin seseorang bisa mengubah sifatnya dalam sekejap. Makasih
dengan semua ini.” ucapku sambil pergi meninggalkan Panji.
Ya,
usai semua cerita yang aku rajut dengan Panji hanya karena perubahan . L
****
Aku
berlari meninggalkan café. Berlari dan terus berlari. Sampai akhirnya aku
terduduk lemas di depan sebuah rumah. Aku gak tau rumah siapakah itu. Yang aku
lakukan hanya duduk dengan menangis tersedu-sedu.
Tiba-tiba
sebuah sapu tangan mendarat tepat di pipiku. Aku terkejut dan segera menoleh ke
arah sosok yang memberikan sapu tangan itu.
“Eza..”
ucapku terkejut.
“Karina,
kamu kenapa ? Kok bisa menangis di depan rumahku ?”tanya Eza padaku.
Aku
gak menyangka rumah itu adalah rumah Eza.
“Karin,
jawab. Kok diem aja sih..” tanya Eza lagi.
“Eza,
aku putus. “ jawabku singkat.
“Kok
bisa ?” tanya Eza pengen tau.
Aku
menjelaskan semuanya. Eza hanya bisa memandangku. Kemudian Eza duduk di
hadapanku. Aku dengan bebas bisa memandang wajahnya. Gak tau kenapa, rasa sedih
dan kekecewaan itu tiba-tiba sirna dan berganti dengan rasa bahagia.
“Karin,
mungkin ini emang yang terbaik buat kamu dan dia. Jangan nangis lagi ya, jelek
tau. Liat, wajah kamu bengkak semua.” ucap Eza menghiburku.
Mau
tidak mau aku merasa terhibur dan aku bisa ketawa. Kemudian Eza duduk di
sebelahku.
“Karin,
udah ya. Jangan sedih..” ucapnya lagi.
“Eza,
aku gak sedih. Aku terdiam karena aku gak nyangka bisa duduk berdua kayak gini
sama kamu. Aku bener-bener gak nyangka Eza..” ucapku dalam hati.
Kemudian
aku bersandar di bahunya Eza. Yang gak habis pikir, Eza diam aja. Gak ada
respons yang menyatakan bahwa dia marah atau gak suka aku kayak gitu.
“Eza,
sebenernya aku punya rasa sama seseorang selain mantanku itu. Satu kampus sama
kita. Seniorku juga.” ucapku kemudian.
“Lho,
terus ? Kok gak pernah cerita soal itu. Siapa dia ?” tanya Eza pengen tau.
“Aku
gak mau nyebutin siapa dia. Aku takut nantinya dia akan tau dan akan benci sama
aku. Aku punya perasaan ini sejak pertama kali ketemu. Pertemuan yang di awali
ketidaksengajaan.” perjelasku.
Sepertinya
Eza gak pengen nanya-nanya lagi tentang itu, dia terdiam. Aku pun terdiam.
Hanya angin malam dan suara hewan-hewan malam yang menemani kita berdua.
“Eza,
aku sayang sama kamu. Aku mencintai kamu. Akankah semuanya akan berakhir dengan
bahagia ataukah hanya menyisakan sebuah luka ?” batinku dalam hati.
Kemudian
aku pulang dan kembali meratapi nasib yang tidak bersahabat ini.
****
“Bagaimana
kalau Eza tau aku mencintainya ? Apakah dia tetep mau temenan sama aku ataukah
dia akan menjauhi aku. Aku tau aku gak sempurna, aku bukan tipe cewek yang
diidamkan oleh Eza, tapi apakah Eza bisa liat ketulusan hatiku ? Tertutupkah
hati dia untukku ?”
Tulisan
buku harian ini menjadi salah satu ungkapan dari perasaan hati seorang cewek
yang sedang menanti sebuah pintu terbuka untuknya tanpa peduli pada pintu
lainnya yang terbuka lebar dan menunggu dirinya memasuki pintu tersebut. Tetapi
dengan sabar dia tetap menunggu pintu yang dia pilih dapat terbuka dengan
sendirinya. Ya, cewek itu adalah aku yang menunggu Eza.
Sejak
berakhirnya hubungan yang aku rajut dengan Panji, aku semakin mantap untuk
terus mencintai Eza dan menanti dia sampai pintu hatinya terbuka untukku.Aku
semakin dekat dengan Eza, walaupun hanya berteman tapi buatku itu sangat
berarti.
“Eza,
andai kamu tau. Setiap malam aku selalu memikirkanmu, aku berharap bisa
memilikimu dan aku berharap kamu bisa mencintaiku seperti aku mencintaimu. Taukah
kamu, setiap aku bertemu kamu aku merasakan rasa deg-degan luar biasa.” ucapku
sambil memandang foto Eza.
****
Tekatku
udah bulat, aku pengen ngungkapin semuanya pada Eza. Tapi sakit melanda diriku.
L
Setelah
menanti dan terus menanti, hari yang kutunggu untuk masuk kuliah pun tiba.
Bertemu dengan Eza adalah sebuah harapanku. Setiap waktu aku selalu mencari dan
terus mencari keberadaan Eza tapi gak ketemu. Padahal aku pengen banget ketemu.
Aku kangen kamu Eza.
“Karin,
nanti pulang dari kampus ikut aku ke taman ya. Panji mau ketemu sama kamu,”
ucap Bella saat berada di dalam kelas.
“Mau
ngapain sih Bel, males aku ketemu dia?” tanyaku cemberut.
“Aku
gak tau pastinya, tapi dia kemarin bilang sama aku kalau dia mau ngasih tau
alasan kenapa dia mutusin kamu,” jawab Bella mengejutkanku.
“Apa
? Udah gak penting buatku Bel. Aku udah terlanjur sakit hati dan sekarang di
dalam pikiran dan hatiku cuma ada
Eza,Eza dan Eza.” ucapku menolak.
“Apakah
gak ada dibenakmu untuk mengetahui alasan kenapa dia mutusin kamu ? Kamu akan
nyesel Karin kalau kamu gak tau semua itu. “ ujar Bella membuatku bingung.
“Liat
nanti aja deh Bel,” ucapku sambil beranjak pergi.
“Pikirin
semua itu Karin,, “ ucap Bella kemudian.
Akhirnya
sepulang dari kampus, aku menemui Panji. Ada berbagai macam perasaan antara benci, marah tetapi juga
seneng bisa ketemu Panji.
“Ada
apa Panji ?” tanyaku sok cuek.
“Kamu
mau tau apa gak alasan kenapa aku mutusin kamu ?”Panji balik bertanya. “Ehm,, ya. Apaan ?”tanyaku lagi.
“Dengerin
ya. Sebelumnya aku minta maaf udah buat kamu nangis Karin, udah buat kamu sakit
hati dan sebagainya. Setelah ini terserah kamu, apakah masih nganggep aku
sebagai cowok pengingkar janji atau sebagainya. Aku sebenernya masih sayang
sama kamu Karin. Aku mutusin kamu cuma karena aku pengen ngetes kamu aja. Aku
denger-denger kamu deket sama Eza, makanya aku pengen tau gimana sih perasaan
kamu ke Eza sebenernya. Sekarang aku tau perasaan kamu kayak apa Rin,,” ucap
Panji padaku.
Terasa
sesak di dadaku mendengar penjelasan Panji. Aku gak nyangka ternyata Panji
hanya ngetes aku aja. Aku bener-bener gak tau apa yang harus aku lakuin.
“Ngetes
? Tapi keterlaluan Panji.” ucapku sambil meneteskan airmata.
“Maaf
Karin..
Kamu
tau, sakit Rin liat kamu deket sama Eza setelah putus sama aku,” ucap Panji
lagi.
“Oh,
maaf kalau gitu Panji. Jujur, aku emang sayang sama Eza,sebelum kamu datang
ke hatiku. Aku gak bisa ngelupain rasaku ke Eza, kamu dan Eza udah ada di dalam
hatiku. Kamu tau, aku selalu berdo’a. Kalau kamu emang terbaik buatku, pasti
kita akan tetep bersatu dan aku juga
berdo’a kalau Eza emang yang terbaik buatku, aku pengen selalu deket dengannya.
Dan kamu tau do’aku terjawab Panji. Aku sama kamu putus dan sekarang aku sama
Eza semakin deket. Kamu ngerti Panji ? maaf kalau aku menyakiti kamu. Kita
sama-sama saling tersakiti. Walaupun kamu berpikir aku cewek plin plan
terserah, aku gak bisa bohongin perasaanku.“ perjelasku sambil pergi
meninggalkan Panji.
“Itukah
jawaban dari cewek yang aku sayangi. Sekarang aku ngerti perasaan kamu
sebenernya Karin,” teriak Panji padaku.
“Panji,
kamu tau. Setelah aku putus, aku baru nyadar. Kamu itu gimana orangnya, kecewa
Panji. Walaupun aku sayang sama kamu, tapi mau gimana lagi Panji.Maaf ” ucapku
sambil berlari.
Andai
kau tau Panji, aku sebenernya seneng ternyata kamu masih sayang sama aku, tapi
gimana ya ? Aku udah mantap buat mencintai Eza. Di dalam hatiku hanya ada Eza.
Walaupun gak mungkin aku memiliki Eza. L
****
“Eza,
aku curhat boleh gak ?” tanyaku pada Eza di telpon.
“Ya,
curhat aja Karin. Kalau aku bisa bantu pasti akan aku bantu,” jawab Eza padaku.
Aku
mencurahkan semuanya.Saat Panji bilang hanya ngetes aku, saat aku seneng dia
masih sayang denganku tapi aku gak bisa menyayangi dia lagi karena ada
seseorang di dalam hatiku.
“Karin,
siapa sih cowok yang kamu suka itu ?” tanya Eza penasaran.
Apakah
sekarang saatnya Eza tau kalau aku mencintai dia.
“Okey,
aku mau jujur sama kamu. Tapi aku gak mau setelah itu kamu berubah ilfeel sama
aku,” jawabku sambil menghela nafas.
“Ya
Karin sayang. Sapa sih ?” tanya Eza lagi.
Deg..
Eza
manggil aku sayang. Ya Tuhan, apa ini hanya mimpi ? Apa maksud kata-kata itu.
Tapi aku gak mau terlalu berharap.
“Eza,
aku mau ketemu sama kamu,” pintaku kemudian.
“Lho,
jawab dulu Karin..” ucap Eza bingung.
“Ya,
aku pasti jawab. Tapi aku pengen ketemu dulu sama kamu..” ucapku lagi.
Akhirnya
kesepakatanku dan Eza. Ketemu di cafe sepulang dari kampus.
****
Menunggu
..
Aku
menunggu Eza datang. Tapi menunggu tak membuatku jenuh karena yang aku tunggu
adalah Eza. Cowok yang aku cintai, yang aku sayangi dan yang aku inginkan. Satu
jam sudah berlalu tapi gak ada tanda-tanda kemunculan Eza. Namun, lima belas
menit kemudian Eza datang dengan senyum yang membuatku berdebar.
“Hai
Karin ..” sapa Eza sambil duduk di depanku.
Aku
hanya membalasnya dengan senyuman.
“Udah
lama ya ?” tanya Eza tersenyum.
“U..udah
kok. Eh, maksudnya lumayan lama. Hhehe..” ucapku gugup.
“Ehm,,,
ya udah ayo cerita ..” ucap Eza kemudian.
Aku
menghelas nafas dalam-dalam.
“Eza,
sebelumnya aku minta maaf. Aku gak pantas buat ngungkapin kayak gini.
Sebenernya cowok yang aku maksud itu kamu. Eza Setiaputra. Aku sayang sama kamu
Eza, aku bener-bener sayang. Pertama kali ketemu aku udah ngerasain getar ini,
kemudian kita satu kampus dan kita deket. Aku punya rasa sama kamu Eza, kamu
cowok tersempurna dalam hidupku..” ucapku dengan mata berkaca-kaca.
Eza
terkejut.
“Eza,
maaf banget. Aku udah mencintai kamu..” ucapku dengan menunduk.
Suasana
menjadi hening.
“Karin,
apa semua itu bener ?” tanya Eza tak percaya.
“Apa
kamu ngerasa aku bohong Eza?” tanyaku balik.
Eza
meninggalkanku gitu aja. Dia pergi dari hadapanku. Airmata ini mengalir begitu
deras.Kenapa Eza pergi ? Apa salah kalau aku punya perasaan ini. Kalau Eza gak suka,
lebih baik bilang ke aku daripada harus ninggalin kayak gini.
“Eza..
Kenapa kamu pergi ? Kenapa kamu ninggalin aku tanpa bicara sepatah kata pun.
Sakit Eza rasanya ..” ucapku menangis.
Semua
orang memperhatikanku. Kemudian, aku pulang dan menangisi semuanya.
****
Aku
hanya mencoba mengungkapkan apa yang aku rasakan. Aku gak pengen balasan apapun
dari Eza dan aku gak pengen dia bilang
kalau dia sayang sama aku jika itu terpaksa.
Tanda
tangan Eza, tali bekas dari ospek milik Eza, foto Eza dan semua yang aku
kumpulin buat Eza gak ada gunanya lagi.
Gadis
bodoh yang hanya bisa bermimpi, berkhayal dan berharap sesuatu yang terlalu
tinggi. Menangisi kebodohan hanya itu yang bisa dilakukan. Andai kamu tau Eza
gimana rasanya jadi cewek yang terlalu sayang dengan pujaan hatinya. Yang
selalu menunggu dan menunggu. Yang rela tersakiti melihatmu deket sama cewek
lain, yang cuek dan gak membuka hati buatku.Aku rela mati demi kamu. Kalau
emang kamu tercipta buatku, aku rela menunggu sampai aku mati.
****
Sampai
kapan aku harus menanti sesuatu yang tak pasti ? Sesuatu yang abstrak dan hanya
diketahui oleh Tuhan. Aku salut dengan Eza. Sebenernya sikap dia untuk semua
cewek bener-bener bikin aku salut, dia bisa adil memperlakukan cewek-cewek yang
ngefans dengannya. Walaupun itu membuatku sakit. Membuatku merasakan betapa
sulitnya mencari cinta di dunia ini dan membuatku beranggapan bahwa cinta
selalu berakhir dengan airmata ? Gak mungkin aku bersamanya dan gak mungkin dia
bisa bersamaku.
“Karin,
kamu kenapa ?” tanya Bella saat melihatku murung di depan rumah.
“Gapapa
Bel ,” jawabku singkat.
“Karin,
gimana sama Eza ? Kamu bisa dapet hatinya kan ?” tanya Bella kemudian.
“Gak
Bel.” jawabku lagi.
“Karin,
happy dong. Jangan kayak gini. Aku gak pengen kamu sakit hanya karena Eza.” ucap
Bella menghiburku.
“Aku
gapapa Bella.” ujarku mencoba tersenyum.
“Ikut
ke toko buku yuk. Ada buku baru Karin, kemarin aku lihat sama temenku.Kamu
pasti suka, ayo..” ucap Bella sambil menarik tanganku.
Sesampainya
di toko buku, aku mencari buku-buku yang menarik. Gak sengaja melihat sebuah
novel yang berjudul “Dapatkah ku memilikimu ?” . Tertarik hati untuk mengambil
dan membaca sinopsis di halaman belakang novel. Hm,, cerita yang gak jauh
berbeda dari cerita hidupku.
“Novel
apa itu Rin ?” tanya Bella dari belakang.
“Oh,
novel baru kayaknya Bel. Ceritanya kayak ceritaku. Tapi endingnya cowok itu
menyesal menyia-nyiakan cewek yang bener-bener sayang dengannya. Lha, cewek itu
meninggal duluan sebelum dia tau kalau cowok itu udah nyesel. Ngeri ya ?”
perjelasku sambil pergi ke kasir.Bella keheranan. Melihat sikapku yang berubah
saat mengetahui endingnya. Perubahan dari murung menjadi bahagia. Aneh .. :O
Sebenernya
aku bahagia karena aku tau endingnya seperti apa. Ending yang menurut sebagian
orang gak bahagia tapi menurutku itu sangat membahagiakan kalau itu terjadi
padaku. Karena apa ? Cowok yang kita sayang ternyata menyesal telah menyiakan
perasaan seseorang. Andai Eza kayak gitu ? Tapi itu mimpi. Sadar Karin..
“ Jangan pernah bermimpi untuk mendapatkan cintanya..” L
****
“Karin,
mama mau ngomong sama kamu,” ucap mama saat aku berada di dalam kamar.
“Apaan
ma ? Kayaknya serius nih ,” ucapku penasaran.
“Di
Surabaya nenek tinggal sendirian Rin, kamu tau kan semenjak tante pindah, nenek
gak ada temennya. Mama sama Papa sepakat kamu yang akan nemenin nenek. Toh
disana juga kamu udah akrab kan dengan masyarakatnya.. Gimana menurut kamu Rin
?” perjelas mama mengejutkanku.
“Apa
? Mendadak banget sih ma ? Nyebelin aa..” ucapku sewot.
“Lho,
mama dapet kabar ini juga mendadak. Gapapa kan Karin ?” ujar mama berharap aku
mau pindah ke Surabaya.
“Karin
pikirin dulu deh ma,” ucapku sambil tiduran di tempat tidur.
Mama
menghela nafas kemudian meninggalkan kamarku. Apa yang harus aku lakukan ?
Sebenernya aku gak keberatan pindah ke Surabaya buat nemenin nenek, tapi gimana
dengan kuliahku ? Akankah aku pindah juga ? Otomatis aku akan meninggalkan
Bella dan temen-temen terutama Eza. Aku gak mau jauh dengannya walaupun dia gak
ngerespons perasaanku tapi ini bener-bener menyulitkanku.Bantu aku Tuhan ? L
Keesokan
harinya aku pergi kuliah seperti biasa. Terasa sesak di dada saat mengingat
rencana tadi malam. Aku gak siap untuk jauh dari semua.
“Karin,
kamu kenapa ?” tanya Bella melihatku murung.
“Bel,
aku mau pindah.”jawabku tak senang.
“Kamu
bercanda kan Rin,” ucap Bella ketawa.
Aku
tak menjawab melainkan menangis.
“Karin,
kenapa ? kamu mau pindah beneran apa gak sih ?” tanya Bella mulai deg-degan.
Aku
mengangguk dengan tertunduk.
“Karin,
jawab aku. Kamu mau pindah kemana? Kamu mau ninggalin aku?” tanya Bella meminta
penjelasan.
“Bel,
mama dan papaku minta aku pindah ke Surabaya dan sekarang mereka masih mengurus
kepindahanku. Aku gak mau pisah sama kamu Bella. Aku gak mau ..” jawabku sambil
memeluk Bella.
“Aku
juga gak mau pisah sama kamu Karin. Tapi kalau itu emang keputusan orang tua
kamu mau diapain lagi. Kita masih bersahabat sampai kapanpun. Kita juga bisa saling
mengunjungi kan. Bisa lewat telepon, lewat e-mail atau facebook. Jangan sedih
Karin.” ujar Bella sambil menghapus airmataku.
Aku
pun menghentikan tangisanku. Menatap wajah Bella dengan sepenuh hati
seakan-akan aku akan pergi meninggalkan dia untuk selamanya.
“Bel,
gimana sama Eza ?” tanyaku kemudian.
“Eza
perlu tau Rin kalau kamu mau pindah ke Surabaya.” jawab Bella padaku.
Aku
membayangkan seandainya bicara dengan Eza. Sejak kejadian di café itu sampai
sekarang aku gak pernah tau kabarnya lagi. Lost Contact begitu aja seakan dia
menghindar dariku. Gimana mau bicara ? L
****
Sepulang
dari kampus aku segera mencari Mama. Ternyata Mama gak ada di rumah. Kemudian
Mama menelponku.
“Karin,
mama sekarang ada di Bandara.” ucap Mama mengejutkanku.
“Ngapain
ma ?” tanyaku penasaran.
“Beli
tiket buat kamu. Hm,, besok kamu berangkat ya. Tapi sore sayang. Nanti mama antar
sampai bandara aja ya. Semua udah beres. Kepindahan kuliah kamu, pendaftaran di
kampus baru dan lain-lain udah siap semua. Kamu hanya tinggal berangkat aja
sayang.” jawab Mama tanpa ragu.
Aku
hanya terdiam kemudian menutup teleponnya. Secepat inikah aku harus pergi ? Aku
belum bicara dengan Eza, belum habisin waktu dengan Bella dan temen-temen yang
lain. Kenapa begitu cepat Tuhan ? Dan kenapa aku takut untuk pergi ? Pergi
untuk sementara ataukah selamanya ? Yakinkan hatiku Tuhan.
Malam
harinya aku mengemasi semua barang-barangku agar besok gak terlalu banyak
persiapan. Tak sengaja aku ngeluarin sebuah kotak. Kotak yang lusuh kena debu
dan di dalamnya terdapat beberapa barang yang menurutku penting. Kemudian kotak
itu aku masukin ke dalam tas kuliahku.
“Tuhan,
kapan orang yang aku cintai itu sadar betapa besar cintaku ini untuknya. Betapa
banyak tetesan airmata ini untuknya dan betapa banyak perjuanganku untuknya. Tapi jika dia tidak menyadari hal
itu, hanya ada satu permintaanku Tuhan.. Izinkan aku mengungkapkan perasaanku
lagi kepadanya dan mungkin untuk terakhir kalinya tanpa mendapatkan balas cinta
darinya” :’(
****
Mama
memberikanku kesempatan untuk bertemu dengan Bella dan juga temen-temen untuk
terakhir kalinya. Temen-temen semua menangis dan gak nyangka aku akan
meninggalkan mereka semua. Terutama Bella. Dia bener-bener sedih aku akan
pergi. Dari 12 tahun kita bersahabat, jarak dan waktu gak pernah memisahkan
kita. Tapi kali ini kita harus berpisah karena jarak.
“Bella,
semoga persahabatan kita tetep abadi ya.” ucapku sambil memeluknya.
“Amin
Rin. Aku sayang kamu Karin..” ujar Bella padaku.
“Aku
juga sayang kamu Bella.Kamu adalah sahabat terbaikku.” ujarku tersenyum.
“Eh,
kamu gak nemui Eza? Dia kan belum tau kalau kamu akan pindah ?” tanya Bella
mengingatkanku.
“Oh
ya. Aku lupa Bel. Hm,, anterin Bel.” ucapku bersemangat.
Mencari
keberadaan Eza gak segampang yang aku kira. Hampir satu kampus aku kelilingi
untuk mencarinya. Tapi hasilnya nol. Kemudian aku bertemu dengan salah seorang
temennya.
“Eh
kak, aku mau nanya.Kelihatan Eza gak ?” tanyaku ramah.
“Eza
? Dia ada di perpustakaan.” jawabnya sambil pergi.
Aku
segera berlari menuju perpustakaan diiringi Bella.
“Bel,
dia ada di dalam. Aduh, jadi gak ya bilangnya ? Deg-degan Bel..” ucapku
gemetaran.
“Nyantai
aja Rin. Cepetan masuk sana terus bilang.Aku nunggu di luar ya,” ujar Bella
padaku.
“Tapi
Bel ..” ucapku terhenti sejurus.
“Karin,
kamu harus yakin. Ini kesempatan terakhir kamu buat bilang sama Eza. Ayo, kamu
pasti bisa.” ucap Bella memberi semangat.
Aku
tersenyum kemudian menghela nafas dalam-dalam. Menata hati, pikiran dan mental
untuk ketemu Eza. Rasa gugupku harus hilang. Aku masuk ke dalam perpustakaan.
Tapi kok sepi? Aku berjalan menyusuri perpustakaan yang sepi. Terdengar orang
bercakap-cakap dari balik sebuah rak buku besar. Dan suara itu adalah suara
Eza. Dengan mantap aku mempercepat langkah dan menemuinya. Tapi apa yang
terjadi ? Aku melihat Eza sedang ngobrol
berdua dengan seorang cewek dengan senyuman yang penuh arti. Detak jantungku
seakan berhenti melihat mereka berdua. Kemudian aku dikejutkan oleh sebuah
tepukan halus di pundak. Aku segera berpaling dan kulihat adalah teman Eza yang
tadi. Dia menarik tanganku dengan cepat sehingga Eza tidak menyadari
kehadiranku di sana.
“Kenapa
kamu menarik tanganku?” tanyaku dengan mata berkaca-kaca.
“Kamu
ngapain disini?” tanyanya balik.
“Aku
tadi kan udah bilang. Aku nyari Eza.” jawabku sewot.
“Kamu
tau. Eza disini lagi ngerjain tugas sama pacarnya.” ujarnya mengejutkanku.
“Pacar
? Eza udah punya pacar ?” tanyaku seakan gak percaya.
Dia
mengangguk. Aku terduduk lemas. Meratapi nasib dengan menangis.
“Kenapa
kamu menangis ?” tanya dia terkejut melihatku menangis.
“Gapapa.”
jawabku sambil menghapus airmataku.
“Aku
panggil Eza ya?” ujarnya sambil beranjak pergi.
“Jangan.
Kamu mau gak bantuin aku ?” tanyaku penuh harap.
“Apa?”
tanyanya kemudian.
“Kamu
berikan ini ya sama Eza. Jangan bilang dari aku, tapi kamu berikan waktu gak
ada pacarnya ya, Makasih..” jawabku sambil memberikan kotak kecil padanya.
Kemudian
aku berlari keluar perpustakaan dan segera pulang. Sesampainya di rumah, aku
bergegas membereskan pakaianku dan barang-barangku. Aku akan berangkat ke
Bandara. Dengan menahan tangis dan kecamuk dalam hati, aku keluar dari rumah.
Di tengah perjalanan menuju Bandara, aku berhenti di sebuah areal pemakaman.
Dengan tertatih-tatih aku berjalan menuju makam Radit.
Di
depan makam Radit, aku menangis. Tangisan yang belum pernah buatku bener-bener
sakit.
“Radit,
mungkin ini emang nasibku. Mencintai tanpa dicintai. Tau gak kamu Radit,
ternyata Eza udah punya pacar. Padahal aku menantinya udah berbulan-bulan.
Menangis karenanya dan merasakan sakit karenanya. Aku gak bisa hidup tanpanya
Radit..” ucapku terisak pilu.
“Seandainya
aja Tuhan memberikanku satu permintaan. Aku ingin dicintai Eza, walaupun hanya
satu hari aja. Aku rela..” lanjutku kemudian.
Tiba-tiba
handphoneku berdering. Ternyata Bella menelponku.
“Halo..”
“Karin,
kamu dimana ? Belum berangkat kan ?”
“Emang
kenapa bel ?”
“Eza
mau bicara sesuatu sama kamu ?”
“Eza
?”
“Ya,”
Apa
yang mau Eza bicarain sama aku ? Pasti dia mau bilang kayak di café dulu. Hu,,
daripada sakit lagi, aku gak mau bicara sama dia.
“Maaf
Bel, aku udah gak mau bicara lagi sama dia ,” ucapku sambil menangis.
“Karin,
ada kabar bahagia ini..” ujar Bella padaku.
“Bahagia
? Ya, menurut Eza ini bahagia karena gangguan hidupnya udah pergi dari
hadapannya.” ujarku kemudian.
“Kamu
dimana Rin ?” tanya Bella tak menghiraukan ucapanku.
“Di
makam Radit.” jawabku singkat.
“Tunggu.
Aku lagi on the way ke sana.. sepuluh menit lagi sampai. Jangan kemana-mana.” ujar
Bella senang.
Bella
kenapa ? Kenapa dia begitu senang sedangkan aku menderita kayak gini ?
****
Sepuluh
menit aku menunggu Bella, tapi belum ada tanda-tanda kedatangannya. Tiba-tiba
handphoneku berdering .
“Halo,
Bel lama banget sih ? Aku ketinggalan pesawat nanti?” ucapku dengan nada sewot.
“Karin,
gawat.. Bener-bener gawat ..” ucap Bella panik.
“Gawat
kenapa Bel ?” tanyaku ikutan panik juga.
“E..za..
Eza…” lanjut Bella terbata-bata.
“Kenapa
Eza Bel ?”
“Gawat.
Kamu cepetan kesini. Ke Rumah Sakit deket pemakaman ya Rin, aku tunggu.
Cepetan..”
Aku
segera menuju Rumah Sakit dengan berlari. Dengan nafas terengah-engah aku
mencari keberadaan Eza dan Bella. Kemudian aku melihat Bella menangis di depan
sebuah ruangan.
“Bel,
kamu kenapa ? Eza mana ?” tanyaku panik.
Bella
diam terpaku.
“Bel,
jawab. Eza mana?” tanyaku setengah membentak.
Bella
menunjuk ruangan di belakangnya.
Aku
mendekati ruangan itu dan kulihat Eza terbaring lemah di ranjang dengan balutan
perban di kepalanya.
“Bel,
kenapa Eza ?” tanyaku menangis.
“Karin,
Eza kecelakaan waktu dia mau ke pemakaman tadi.” jawab Bella menenangkanku.
“Ke
pemakaman ? Bukankah tadi kamu yang ke pemakaman ?” tanyaku balik.
“Banyak
hal yang gak kamu tau Karin tentang Eza khususnya perasaan dia ke kamu,” jawab
Bella sambil berdiri.
“Aku
tau perasaan dia ke aku Bel. Dia itu gak akan pernah bisa mencintai aku seperti
aku mencintainya.Apalagi?” ujarku terisak.
“Kamu
salah Karin..” sahut Bella padaku.
Tiba-tiba
dokter keluar dari ruangan Eza. Aku segera masuk melihat keadaan Eza. Semakin
ku mendekat, tak kuasa ku menahan airmata ini. Mengalir dengan sendirinya dan
itu membuatku semakin pilu. Aku takut Eza meninggalkanku seperti Radit
meninggalkanku dulu.
“Eza
..” ucapku perlahan.
Eza
terbaring tak berdaya di tempat tidurnya. Aku menghapus airmata yang mengalir
di pipi dan mencoba berbicara di depan Eza.
“Eza,
kenapa bisa kayak gini ? Kenapa kamu ke pemakaman tadi ? Ada hal pentingkah
yang harus kamu bicarain ?kalau kamu mau minta maaf, itu gak perlu. Aku udah
maafin kamu sebelumnya. Aku cuma terpukul Eza, ternyata kamu diam-diam udah
punya pacar. Rasanya sakit Eza,. Sakit …” ucapku sendiri.
“Walaupun
kamu gak bisa dengar semua yang aku ucapkan, ada satu hal yang perlu kamu tau.
Aku mencintai kamu. Mencintai apa adanya kamu, tanpa melihat kelebihan maupun
kekurangan kamu. Setulus hatiku dan karena Tuhan aku mencintai kamu. Kamu bisa
buat aku mencintai karena Dia, kamu motivator dalam hidupku dan kamu juga bisa
memberikanku semangat. Meskipun kamu gak merasa melakukan hal itu Eza. Aku
mencintai kamu Eza,Keinginanku saat ini kalau kita emang gak bisa disatukan di
dunia tapi nanti di akhirat kita bisa bersatu, selamanya.” lanjutku sambil
menahan airmata.
Kemudian setetes airmata keluar dari mata Eza. Aku gak
tau apakah dia mendengar semua ucapanku atau tidak.
“Eza,
bangun.. Kamu harus sembuh. Demi keluarga kamu, demi cita-cita dan harapan
kamu,demi semuanya terutama pacar kamu. Ayo Eza, bangun..” ucapku sambil
terisak. Tapi nihil. Eza tetap terbaring lemah walaupun airmata terus mengalir
di sudut matanya.
Kemudian
aku keluar dari ruangan Eza. Bella melihatku dengan perasaan heran karena kedua
mataku yang bengkak.
“Kamu
kenapa Karin ? Eza udah sadar ?” tanya Bella padaku.
Aku
menggeleng sedih.
“Sabar
ya Karin..” ucapnya menghibur.
“Bel,
keluarga Eza udah dikabari kalau dia di rumah sakit ?” tanyaku kemudian.
“Udah
kok Rin, tapi kayaknya mereka baru bisa kesini besok pagi karena mereka di luar
kota,” jawab Bella sambil menyandarkan kepala di tembok.
“Bel,
temenin aku jagain Eza ya sampai orangtuanya datang,” ucapku memohon pada
Bella.
“Pasti
Karin. Aku juga udah minta izin sama Mamaku tadi. Eh, tadi mama kamu telepon
aku. Dia nanyain kamu kenapa gak ke Bandara.” ujar Bella sambil masuk ke
ruangan Eza.
“Terus
kamu jawab apa ?” tanyaku setengah berbisik takut menganggu Eza.
“Aku
jawab apa adanya. Mama kamu gak marah kok. Dia juga nyuruh kamu jagain
Pangeranmu itu sampai dia sembuh, terus kalau udah baru ke Surabaya.” jawab
bella juga setengah berbisik.
“Mamaku
baik deh.Jadi semangat aku jagain Eza. Eh, bentar ya aku mau ke toilet dulu.” sahutku
sambil meninggalkan Bella.
Perlahan-lahan
aku berjalan menyusuri koridor rumah sakit yang terlihat mulai sepi. Tiba-tiba
kepalaku terasa pusing dan dadaku terasa nyeri. Sebelumnya aku gak pernah
ngerasain kayak gini. Begitu sakit dan sulit dijelaskan dengan kata-kata.
Tetapi aku tetap menuju kamar mandi dan mengambil air wudhu. Tapi sakit ini gak
memunculkan tanda-tanda sembuh malah bertambah parah. Dengan menahan sakit ini
aku kembali ke ruangan Eza.
Saat
membuka pintu, terlihat olehku Bella tertidur pulas di sofa sedangkan Eza tetap
terbaring seperti tadi. Aku meraih tasku dan mengeluarkan mukenah. Aku tunaikan
sholat malam dan berdo’a semoga Eza diberikan kesembuhan. Setelah selesai
sholat, aku berdo’a dengan diselimuti rasa sakit yang luar biasa.
“Ya
Allah, sakit apa ini. Kenapa aku gak pernah ngerasain rasa sakit ini. Aduh,
sakit..” ucapku sambil memegang dadaku.
“Bel,
Bella …” ucapku membangunkan Bella.
Tapi
keadaan tak bersahabat denganku. Bella tetap tertidur karena kecapekan dan aku
maklumi itu walaupun sebenernya aku butuh dia saat ini.
“Aduh…”
ucapku merintih kesakitan.
Kemudian,
aku melihat tangan Eza bergerak. Dengan sigap aku duduk di samping tempat tidur
Eza.
“Eza,
bangun Eza..” ucapku sambil menahan rasa sakit.
“Eza..”
ucapku lagi dengan mata berkaca-kaca.
Kemudian
Eza terbangun dan tersenyum kepadaku.
“Eza,
akhirnya kamu udah sadar. Terima kasih ya Allah..” ucapku mengucap syukur.
“Eza,
gimana keadaan kamu ? Apa yang sakit Eza ? Aku panggilin dokter ya ?” ucapku
spontan dan akan berlari memanggil dokter.
Tapi
tangan Eza mencegahnya. Tangannya yang tanpa aku sadari memegang erat tanganku.
“Eza,
kenapa kamu memegang tanganku?” tanyaku tak mengerti.
“Karin,
aku mau ngomong sesuatu sama kamu.” jawabnya masih lemah.
“Apa
Eza ?” tanyaku sambil menangis.
“Sebenernya
aku juga punya rasa yang sama kayak kamu Karin, tapi aku gak tau gimana
ngungkapinnya. Aku sayang kamu, aku mencintai kamu. Semua yang kamu rasain ke
aku, aku rasain juga..” ucapnya sambil meneteskan airmata.
“Apa
? Yang bener Eza? Gak mungkin itu..” tanyaku tak percaya.
“Aku
gak bohong sama kamu Karin. Ketahuilah, dulu waktu kamu ngungkapin semua
perasaan kamu di café, kemudian tiba-tiba aku pergi terus kamu ngerasa gak
dihargai sama aku itu semua salah paham. Aku pergi karena aku pengen nyari
sesuatu barang yang bisa ngungkapin perasaanku juga, aku pergi ke toko deket
café itu untuk beli bunga. Karena aku gak bisa ngungkapin dengan kata-kata tentang
hal itu. Bodohnya aku ya.. Tapi kamu keburu pulang. Itu semua membuatku sedikit
kecewa Karin.” jawabnya padaku.
Aku
seakan tak percaya dengan hal itu.
“Tapi
kamu udah punya pacar Eza?” tanyaku kurang yakin.
“Kamu
juga salah paham Karin. Aku tau semuanya dari Bella, sebelum kecelakaan, Bella
cerita semuanya. Temenku yang kamu temui di perpustakaan itu licik, itu semua
bohong. Dia itu suka kamu Karin, dia selalu nyari tau tentang kamu dan dia juga
tau kamu punya rasa sama aku, makanya dia berusaha buat kamu benci aku. Cewek
yang bersamaku di perpus adalah sahabatku. Kita jarang ketemu makanya waktu gak
sengaja ketemu di perpus kita ngobrol. Dan kotak yang kamu berikan sama dia
ternyata dia buang. Untung Bella tau dan dia segera ambil tindakan. Dia bilang
semua sama aku kemudian aku cepet-cepet ke pemakaman karena aku gak mau kamu
pergi Karin. Aku sayang kamu..” jawabnya membuatku menangis terharu.
“Eza,
aku juga sayang kamu. Ya Allah, aku gak nyangka kamu juga punya perasaan sama
seperti yang aku rasain. Akhirnya do’aku tiap malam terjawab. Aku bersyukur..
Eza, gak ada kata-kata lagi yang bisa aku ungkapin..” ujarku tersenyum bahagia.
“Gak
perlu Karin, karena aku tau semuanya. Kamu udah buat aku mengerti akan cinta
dan mengerti akan makna sebuah perjuangan,” sahutnya tersenyum padaku.
Kemudian
Eza mengeluarkan pita yang berwarna silver.
“Karin,
pita ini masih kamu simpan ?” tanya Eza padaku.
“Ya
Eza. Aku dapet itu dari temenku. Walaupun aku ngga dapet dari kamu sendiri.
Eza, aku tetep akan menyimpan pita ini.” Jawabku tersenyum.
Pita
itu adalah pita bekas ospek dulu. Pita yang selalu menjadi penyemangatku karena
dari pita itu aku merasa Eza selalu bersamaku.
Suasana
hening. Tiba-tiba rasa sakit di dadaku semakin terasa sakit. Aku nggak mau
pergi dari Eza.
“Eza,
aku sayang kamu. Aku cinta kamu. Eza, aku gak mau kehilangan kamu..” ucapku
dengan cepat.
“Aku
juga Karin. Aku gak mau kehilangan kamu..” ujarnya kemudian.
“Eza,
kalau aku pergi kamu jaga diri baik-baik ya. Aku akan tunggu kamu..” ucapku kemudian.
“Aku
janji sama kamu.” ucap Eza agak bingung dengan ucapanku.
“Kamu
harus bisa ngejalani hari tanpaku. Kamu harus bisa ngejalani hari dengan
senyuman. Aku yakin kamu gak akan bohong sama aku tentang perasaan kamu ke aku
Eza. Eza,, kamu harus janji sama aku.” ucapku sambil terisak.
“Karin,
kamu kenapa ?” tanya Eza khawatir.
“Eza,
aku gak mau kehilangan kamu..” jawabku dengan menangis.
“Kenapa
Karin ?” tanya Eza lagi sambil berusaha duduk.
Aku
membantu Eza duduk. Sekarang di hadapanku ada sesosok pangeran yang aku cintai.
“Eza,
aku sayang kamu. Aku gak mau kebahagiaan ini hilang dalam sekejap.” ucapku
membuat Eza semakin bingung.
“Rin,
kenapa ?” tanyanya lagi.
Aku
memegang dadaku erat. Terbayang di pikiranku saat aku menghabiskan waktu dengan
Bella, dengan Radit, dengan Panji dan saat aku menanti Eza. Menghabiskan
ratusan tissue untuk menangisi suatu hal yang berharga.
“Eza,
bolehkah aku memelukmu ?” ucapku memohon kepada Eza.
“Ya
Karin…” ujarnya kemudian.
Aku
memeluk tubuh Eza. Tanpa aku sadari, keringat dingin mengalir di sekujur
tubuhku. Perlahan-lahan aku merasakan tubuhku menjadi ringan dan tanpa beban.
Melayang-layang dengan bebas dan tanpa ada halangan apapun.
****
“Karin,
aku sayang kamu..” ucap Eza kemudian.
Tapi
Karin yang Eza sayang tak menjawab.
“Karin,kamu
tidur ya ?” tanya Eza lagi.
Terasa
pegangan tangan yang Eza rasakan tadi sekarang sudah berkurang. Kemudian Eza
melihatku tertidur di pelukannya.Ya, tertidur untuk selama-lamanya.
“Ternyata
anggapan bahwa cinta selalu berakhir dengan airmata itu salah. Cinta seseorang
selalu diiringi dengan perjuangan. Kadangkala orang yang sedang jatuh cinta
hanya merasakan kebahagiaan saja dalam hidupnya tanpa merasakan adanya
perjuangan cinta tapi kadangkala hanya keperihan saja yang dirasakan karena
mereka tidak bisa merasakan arti kebahagiaan dari mencintai. Tapi aku bisa
merasakan semuanya. Kesempatan untuk bersamanya di dunia dapat aku rasakan
walaupun hanya beberapa detik dan aku yakin kesempatan itu akan abadi di
akhirat nanti. Ya, tetapi hanya waktu yang bisa menjawab kesempatan yang
tertunda itu dan harapan Karina untuk mendapatkan akhir seperti di novel telah
terwujud.”
The End
Tidak ada komentar:
Posting Komentar